"Tidak ada kata yang tidak bisa di utarakan, lewat lisan maupun tulisan. Serangkaian kata penuh makna kadang terasa sulit untuk di terjemahkan dalam suatu isyarat, kepalsuan mimik dan keraguan sikap membuat kata kata lebih baik untuk disuratkan. Seperti aku yang enggan bersuara, didalam keheningan aku percaya bahwa tulisan ku akan membuat mu lebih mengerti sekali lagi."

Senin, 17 Maret 2014

Sepenggal Fajar di Ujung Kenangan

Apa kabar wahai kenangan? Diriku sedang duduk di tepi bukit menunggu fajar menampakkan diri. Gerumuhan tawa disekitar tidak menutup kemungkinan tidak merindukanmu. Kerinduan ku akan sosokmu seperti kerinduan awan dengan kehangatan yang diciptakan sang fajar lewat pancaran sinarnya yang menggoreskan siluet siluet indah diantaranya. Kerinduanku akan nada santunmu seperti dedaunan yang di sela kibasannya merindukan kicauan para sekelompok burung yang membuat barisan statis layaknya listrik dinamis. Kerinduanku akan genggamanmu seperti kerinduan pelangi akan pembiasan diri melalui refleksi cahaya setelah hujan pergi. Inginku deskripsikan setiap keindahan yang kulihat didepan mataku, namun tak sempat ku deskripsikan, mata ini, lisan ini, dan hati ini hanya melihat keindahan dari setiap kenangan mu. 

Bagaimana malam mu? Aku harap disetiap malam mu kau selalu bermimpi indah, dan aku berharap diriku tidak ada diantaranya. Terlalu banyak rasa sakit yang ku torehkan ke pada dirimu di hari hari mu yang seharusnya indah dengan senyummu, sayang. Maafkan aku yang tak sempat mengucapkan maaf dan tak kuat menghapuskan butiran air di ujung matamu yang terjatuh karna perkataanku. Tangan itu kaku seperti batu, air mata ini runtuh, hati ini mendadak lumpuh melihat kau terisak sendu. Bukan maksudku, bukan mauku. Sungguh benar bahwa kita tidak tau apa yang kita miliki sebelum kehilangannya, tetapi sungguh benar pula bahwa kita tidak tau apa yang belum kita miliki sebelum mendapatkannya. Itulah yang coba ku pahami saat ini, tidak kah kau mengerti?

Tidak ada kata lagi yang bisa terucap dari ujung lidah, tidak ada lagi kata kata indah dan semua kata kata nestapa yang hampir setiap hari kau dengar di masa lalu, bersamaku. Kata kata yang terlalu sering kau dengar dan ku syairkan sekarang menjadi kata kata tanpa makna. Makna telah berpulang kembali pada rumah yang tak ingin ditemui. Makna telah menjadi butiran air yang mengalir dari bulatan indah berwarna hitam dan putih di bawah alis. Makna kini telah kembali menjadi kosong, hampa layaknya ruang diantara antariksa yang memisahkan jarak bintang bintang di dalamnya. Segala kata yang berujung maaf kini terlihat membosankan. Apalagi yang bisa ku lakukan selain melihatmu dan merindukanmu dari kejauhan?

Kali ini batuan batuan kecil ikut terbawa pasir tertiup angin, burung burung mulai terbang didepan kami layaknya listrik dinamis. Proton dan neutron di udara mulai merasuki tubuh kami membuat kami sadar kalau sang fajar mulai menampakkan wajah aslinya diikuti biasan warna merah ungu dan oranye. Segerombolan kawanan pun berusaha untuk datang ke tempat dimana aku berdiri. Berlomba lomba memberiikan tempat terbaik untuk yang terkasih, seandainya diriku bisa memberikan sepenggal fajar ini langsung kepadamu, tak perlu lah aku menyelipkannya ke dalam surat yang penuh kenangan ini. Tapi bilamana hanya surat ini yang bisa kau terima dibanding ribuan maafku, biarlah ku selipkan sepenggal fajar dan sepotong perasaan rindu ini agar kau tidak merasa kedinginan dan tidak larut kedalam dunia yang penuh dengan kepalsuan, kenangan.

Selasa, 04 Februari 2014

Sang kodok kecil pun mulai menyadari kejanggalan yang terjadi di danau ini. tapi tetap saja dia tidak punya keberanian untuk menyebranginya sendirian. dari kejauhan dia memanggil kelinci. kelinci mendengar tapi dia bersembunyi dibalik pohon jati dengan batang yang besar untuk melindungi nya dari pandangan si kodok. si kelinci dengan mata ibanya melihat si kodok yang sedang memanggil nama kelinci berulang kali. bertanya kepada kupu kupu apakah melihat kelinci, bertanya kepada ular untuk menemukan kelinci, dan bertanya kepada air danau, apa yang sebenarnya terjadi antara dia dan kelinci. dengan lantang danau menjawab "Jika kau bertanya apa yang sedang terjadi, kenapa kau tidak mencoba bertanya kepada dia yang sedang menatapmu dari pantulan air?" lalu air danau pun kembali tenang. kodok bertanya tanya, bukan kah dia yang ada disana? kenapa harus bertanya kepadanya lagi? bukankah kelinci yang berubah? bukankah danau yang berubah? bukankah kupu kupu dan ular yang berkhianat? kodok merasa di khianati oleh semuanya. dia tidak merasa pernah menyakiti siapapun. bahkan dia sudah meminta maaf atas kesalahan yang menurutnya hal yang tidak perlu diributkan. dia sudah selalu mengalah untuk si kelinci sudah mengalah untuk meminta maaf tapi kenapa si kelinci tetap menyalahkannya! sementara itu......... kelinci yang tadinya menatap dengan tatapan iba mulai menutup matanya, mengendorkan telinganya dan juga meninggalkan tempat persembunyiannya sambil berkata "bagaimana bisa kau tidak merasa bersalah saat kau tidak pernah sama sekali benar benar memperhatikan perasaan sahabatmu disaat semua sahabatmu selalu membantumu disetiap masalah dan selalu bertanya kabarmu, wahai kodok?"

Lebih dari sekedar sabar, lebih banyak dari permintaan maaf, lebih dari hal yang mengecewakan

Terlalu lelah rasanya mata ini membaca setiap permintaan maaf yang tertulis.
Terlalu muak rasanya perasaan tulus yang selalu di balas dengan dingin.
mungkin berlebihan menurutmu, tapi hal sekecil ini bisa berujung kemuakan.
jangan salahkan aku yang berlaku seperti apa yang kamu lakukan dahulu.
aku tidak benar benar membenci,
dan aku benci karna aku tidak bisa membenci.
harus kah aku berteriak di hadapanmu agar kau tidak lagi dingin sedingin jawaban mu ke padaku yang cuman ingin menanyakan kabar?

Senin, 27 Januari 2014

Mendung yang Tak Hujan

langit gelap menyelimuti kota malang sore ini. aku dan kamu tetap sama seperti dulu, kau tetap jadi lukisan yang kuamati dan aku jadi pengamat diantara pengamat lainnya. hari terus berganti seiring putaran bumi pada porosnya, kamu dan aku berpijak kaki di bumi yang sama, tapi kamu dan aku tak pernah merasakan hal yang sama. 
seseorang berkata kepadaku, jikalau kita melakukan sesuatu untuk orang yang kita sayang, pasti kita tidak akan pernah merasa terbebani. bahkan disaat kita sedang tidak punya uang sepeserpun, untuk membelikan dia kado ulang tahun kita rela meminjamnya dari orang lain. ketika kita tau kita sedang terikat hubungan dengan orang lain, kita akan tetap menggendong dia yang pingsan didepan mata. ketika kita marah dan memaki tapi nyatanya berakhir dengan penyesalan. tapi entah mereka melakukan hal yang sama atau tidak.. aku, dia, maupun langit diatas kami pun tidak tahu. tidak ada yang bisa menebak apa yang ada didalam tempat kecil dibawah jantung itu.
sore ini aku kembali berfikir untuk menyesali apa yang aku lewati dan berfikir lagi untuk menghapus semua kenangan yang terlalu mengiris memori. aku kembali memejamkan kedua mataku sembari duduk manis berlutut menghadap awan walaupun sedikit terhalang pagar taman..berharap hujan turun dan membanjiri ku dengan semua kenangan manis di kopi sore ini.. senyumnya.. baunya.. tangannya.. dan tatapannya.. kuharap semua ini dengan mudahnya bisa terhapus bersama rintikan hujan sore ini, mengalir dan membanjiri pipi ku.... untuk kesekian kalinya.  tidak sesakit saat pertama, tapi tidak pernah melegakan dan berkahir, malah terus terulang seperti ketagihan. ku tarik nafasku perlahan dan kuhembuskan lembut lewat mulutku.. aku  bisa merasakan angin yang keluar diantara bibirku dan... merasakan kembali aroma khasnya.. baunya seperti kopi atau rokok yang paling aku benci, akan tetapi ampasnya selalu tertinggal.. masih. aku mulai menggerakan jemariku membayangkan dia yang pernah menggenggam jemari ini dan berkata "kenapa selalu dingin?" kata kata yang kusesali dan kata kata yang membuatku hangat seketika..
entah kenapa mendung kali ini sangat berangin tapi tak kunjung jua hujan.. tanganku seharusnya dingin, tapi entah kenapa jemari ini rasanya masih merekam apa yang selalu memegangnya. mata ini beku seperti paku, tapi bisa terbuka  mungkin karna mataku sedang bermain indah di dalam fantasiku, bersama mu, dibawah lanngit mendung yang tak kunjung hujan..